Populasi Orang Hutan Sumatera

Populasi Orang Hutan Sumatera  liar (Pongo pygmaeus) semakin meningkat. Ini berdampak negatif pada habitat dan sumber daya alamnya.

Studi observasi menunjukkan bahwa orangutan lebih menyukai habitat yang banyak buah dan daunnya. Ini adalah faktor penting dalam melindungi spesies yang terancam punah ini.

Populasi Orang Hutan Sumatera Estimasi Populasi

Populasi Orang Hutan Sumatera  adalah spesies yang Sangat Terancam Punah, dan populasinya turun menjadi hanya 14.613. Habitatnya menghilang dengan cepat, sebagian karena perluasan lahan pertanian menjadi cagar hutannya (36). Meskipun kawasan konservasi utama untuk spesies yang terancam punah ini adalah Ekosistem Leuser, terdapat populasi orangutan yang sangat unik dan kurang dikenal yang tinggal di selatan Danau Toba di Kompleks Hutan Batang Toru.

Untuk memberikan informasi yang akurat tentang distribusi dan status primata Kritis ini, diperlukan perkiraan yang andal tentang kelimpahannya. Estimasi ini membantu menilai distribusi, memantau status populasi, mengevaluasi taktik konservasi, dan mengidentifikasi populasi prioritas untuk konservasi. Selain itu, mereka membantu menentukan lokasi terbaik untuk kawasan lindung.

Untuk itu, SOCP bekerja sama dengan organisasi mitranya, PanEco Foundation dan Yayasan Ekosistem Lestari, secara rutin melakukan survei populasi orangutan. Data survei yang dikumpulkan digunakan untuk menyusun laporan lengkap tentang status orangutan saat ini dan di masa mendatang.

Selain itu, SOCP juga memiliki banyak stasiun pemantauan di seluruh wilayah tempat data perilaku dan ekologi terperinci sedang dikumpulkan. Hal ini memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang jangkauan dan variabilitas perilaku orangutan, memungkinkan perencanaan dan pengelolaan konservasi yang lebih efektif.

Sebagian besar pekerjaan survei SOCP melibatkan pengumpulan kepadatan orangutan dan peta distribusi menggunakan citra satelit dan survei lapangan. Namun, kelompok tersebut juga bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk membantu mereka memahami dan melindungi hak hutan mereka, dan mereka mengkampanyekan perlindungan hutan primer yang tersisa di Batang Toru.

Kami juga telah memperkirakan kepadatan orangutan di rawa gambut dan hutan dataran rendah yang merupakan bagian penting dari habitat aslinya. Hutan ini sangat penting bagi orangutan karena menyediakan makanan paling banyak, tempat yang dapat diandalkan untuk bersarang, dan berlindung dari pemangsa. Oleh karena itu, kami telah memodelkan efek perubahan tutupan lahan pada habitat penting ini dan populasi orangutan terkait.

Di seluruh pulau Sumatera, berbagai skenario penggunaan lahan di masa depan memprediksi penurunan jumlah orangutan, dengan penurunan yang sangat parah di bawah skenario tutupan lahan paling ekstrim yang tidak termasuk jalan raya (tabel S7). Di bawah semua skenario, populasi diperkirakan akan menurun di bawah hambatan penyebaran 5 km dan 1 km.

Populasi Orang Hutan Sumatera Preferensi Habitat

Populasi Orang Hutan Sumatera Orangutan (Pongo pygmaeus) ditemukan di pulau Kalimantan dan Sumatera, dan di Kalimantan Tengah. Di bagian dunia ini, populasinya terancam oleh serbuan habitat dan konflik manusia-orangutan. Ancaman ini telah mengarah pada pengembangan program rehabilitasi manusia-orangutan untuk melindungi populasi liar dan memperkuat orangutan penangkaran yang layak.

Orangutan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungannya dan telah beradaptasi untuk hidup di berbagai habitat, termasuk hutan rawa. Mereka menggunakan habitat ini untuk mencari makan dan berlindung. Mereka juga bersarang di pohon, yang dapat memberikan perlindungan dari pemangsa dan membantu mereka bertahan hidup saat sakit atau terluka.

Wilayah jelajah merupakan aspek penting dalam kehidupan orangutan, tetapi sulit untuk diukur. Dalam sebuah studi tentang orangutan di hutan rawa, para peneliti memperkirakan ukuran wilayah jelajah mereka menggunakan transek garis. Survei ini dilakukan pada bulan Februari-Juni 2008.

Hasil survei menunjukkan bahwa orangutan di wilayah studi menggunakan berbagai macam habitat, antara lain hutan lebat dan terbuka, hutan rawa, dan padang rumput. Mereka juga memanfaatkan sumber air secara ekstensif, seperti genangan air dan saluran air.

Orangutan di wilayah studi juga berlindung di beberapa pohon, seperti kemiri dan oak. Pohon-pohon ini memberikan keteduhan dan perlindungan dari matahari. Mereka juga membantu orangutan menghindari pemangsa dan mamalia lain, yang jika tidak akan menjadi ancaman bagi mereka.

Preferensi habitat penting karena mempengaruhi distribusi orangutan dan kemampuan mereka untuk berkembang biak. Mereka dapat berguna untuk menentukan di mana orangutan harus dilindungi dan seberapa besar kawasan konservasi seharusnya.

Sebuah studi tentang orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah mengungkapkan bahwa mereka menggunakan habitat yang berbeda dari daerah lain. Mereka lebih cenderung bersarang di pohon, seperti kemiri dan ek, daripada di sabana atau jenis hutan lainnya. Mereka juga lebih menyukai pohon dengan cabang yang lebih tinggi yang memberikan lebih banyak cahaya untuk bersarang.

Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa orangutan lebih menyukai berbagai spesies pohon, tetapi mereka sangat sensitif terhadap kesehatan dan kondisi pohon tempat mereka bersarang. Selain itu, mereka sangat bergantung pada ketersediaan buah dan kacang-kacangan.

Populasi Orang Hutan Sumatera Situs Bersarang

Populasi Orang Hutan Sumatera  adalah salah satu spesies yang paling terancam punah di bumi. Populasi mereka menurun karena hilangnya habitat dan perburuan. Mereka juga menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan parasit karena meningkatnya kontak mereka dengan manusia. Akibatnya, penurunan populasi mereka cenderung meningkat di masa depan.

Orangutan adalah kera yang hidup di hutan hujan dan membantu menjaga kesehatannya dengan membuang pohon mati, menyebarkan benih di lantai hutan, dan memakan ratusan jenis buah yang berbeda. Mereka juga membangun sarang setiap malam sebelum tidur untuk melindungi anaknya. Sarang ini dibangun menggunakan proses yang disebut brachiation, di mana orangutan menggunakan jari-jari panjangnya untuk mengait di dahan dan mengayun ke depan menggenggam dahan berikutnya dengan tangan lainnya.

Di alam liar, orangutan hidup dalam wilayah jelajah yang lebih luas dari satu km persegi (0,4 mi2), tetapi mereka juga hidup berdekatan satu sama lain dalam komunitas lepas. Komunitas ini terdiri dari kelompok betina dan jantan dewasa yang berkerabat.

Pada siang hari, orangutan melakukan perjalanan melalui kanopi pohon untuk mencari makan, dan mereka sering meninggalkan sarangnya untuk waktu yang lama. Mereka menghabiskan hingga tiga minggu sekaligus di kanopi pohon, memakan buah ara, mangga, dan durian.

Mereka membuat sarangnya pada malam hari, tepat sebelum matahari terbenam, dan umumnya membangunnya di dekat sumber makanan terakhir yang dikunjungi hari itu. Mereka membangun sarang di pohon setinggi 18 hingga 28 m (60-90 kaki) di kanopi, dan mereka mengujinya dengan mengayunkannya sebelum tidur.

Posisi sarang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti jarak ke sumber makanan terdekat dan pesaing sumber daya. Posisi sarang yang paling umum adalah bagian atas tajuk pohon, yang memungkinkan pemandangan sekitar yang jelas tetapi bukan perlindungan yang baik terhadap kondisi cuaca dan angin.

Orangutan di hutan Batang Toru lebih suka membangun sarangnya di pohon Hoting (Lithocarpus spp.) yang memiliki karakteristik yang cocok untuknya, seperti tinggi total 16-20 m, diameter 10-19 cm, lebar tajuk kurang dari 11 m2 , dan mahkota bentuk bola. Mereka juga terbukti lebih bergantung pada pohon ini daripada pohon lain, meskipun mereka juga dapat digunakan untuk membuat sarang jenis lain.

Predator

Predator yang diketahui berasosiasi dengan populasi orang hutan sumatera antara lain macan tutul (Panthera pardus), harimau (Panthera tigris), dan anjing liar (Cynotherium occipitalis). Selain itu, buaya, ular, dan kadal juga diduga memangsa orangutan.

Orangutan juga rentan terhadap dampak perusakan dan fragmentasi habitat. Hal ini menyebabkan orangutan terdaftar sebagai terancam punah oleh IUCN Redlist dan CITES.

Ini karena penebangan dan perburuan mengurangi habitat dan populasi mereka. Subspesies Kalimantan Barat Laut, misalnya, adalah yang paling terancam. Populasinya telah menurun sekitar 50% selama 60 tahun terakhir.

Namun, subspesies Borneo Timur Laut telah menunjukkan beberapa pemulihan. Ini mungkin karena upaya perlindungan habitat, seperti proyek Camp Leakey di Kalimantan.

Selain dampak hilangnya habitat, spesies ini juga terancam oleh perburuan dan perdagangan satwa liar. Perburuan ilegal orangutan telah menyebabkan kematian banyak individu dan penurunan jumlah mereka.

Orangutan juga rentan terhadap penyakit, terutama leptospirosis. Kondisi ini menyebabkan pembengkakan paru-paru dan jantung, yang dapat menyebabkan kematian. Kondisi ini paling umum terjadi di daerah yang banyak ditebang dan di mana perburuan diperbolehkan.

Ancaman lainnya adalah masuknya penyakit seperti tifus dan demam berdarah. Penyakit ini dapat ditularkan oleh berbagai hewan, termasuk monyet. Mereka dapat menyebar melalui hutan dan menyebabkan penyakit serius.

Orangutan juga terancam dampak perubahan iklim. Mereka peka terhadap perubahan suhu, curah hujan, dan pola angin.

Ini karena orangutan sangat beradaptasi untuk hidup di habitat hutan hujan. Mereka mampu beradaptasi dengan perubahan iklim dengan mengembangkan perilaku dan strategi khusus. Mereka juga telah belajar untuk menghindari lingkungan tertentu yang dapat membahayakan mereka.

Meskipun ancaman terhadap orangutan, upaya konservasi telah berhasil. Kelangsungan hidup spesies tergantung pada orang yang bekerja sama untuk melindungi dan memulihkan habitatnya. Ini membutuhkan upaya kolaboratif antara masyarakat lokal, kelompok konservasi, dan lembaga pemerintah. Orangutan Foundation International adalah salah satu kelompok yang bekerja untuk melindungi dan memulihkan habitat orangutan.

Updated: Februari 10, 2023 — 2:09 am